Minggu, 22 Agustus 2010

Pasal 34 ayat 1

"Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara…” - UUD 1945 Pasal 34 ayat 1

Pernah mendengar, membaca, atau tahu tentang pasal ini?
Buat yang pernah merasakan sekolah dasar, pasti pernah tahu tentang pasal ini, dulu saya disuruh menghafal pasal-pasal UUD, jadinya saya selalu ingat akan pasal ini. Dulu saya sebal sekali, dengan pemerintah kita, karena negara kita memiliki pasal yang sangat jelas mengenai fakir miskin dan anak terlantar bahwa negara memiliki kewajiban untuk memelihara mereka. Yang saya fikirkan adalah menurut saya negara adalah pemerintah negara kita, yaitu yang dimulai dari kekuasaan tertinggi seperti MPR, DPR, Presiden, dan seterus-seterusnya

sebenarnya, siapa atau apa sih negara itu?
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang saya buka secara online

ne·ga·ra n 1 organisasi dl suatu wilayah yg mempunyai kekuasaan tertinggi yg sah dan ditaati oleh rakyat; 2 kelompok sosial yg menduduki wilayah atau daerah tertentu yg diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yg efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya:kepentingan -- lebih penting dp kepentingan perseorangan;
kalo dilihat pengertian yang nomer 2, menurut saya, yang bertanggung jawab terhadap anak-anak jalanan dan fakir miskin bukan hanya tanggung jawab pemerintah tapi juga rakyat atau masyarakat yang ada didalam negara itu sendiri, yang berarti saya, kamu, dan kita, juga bertanggung jawab terhadap fakir miskin dan anak terlantar yang tidak terurus oleh negara. Bukannya cuman Presiden atau DPR yang harus bertanggung jawab, tapi kita, kita semua rakyat Indonesia yang mungkin dalam taraf ekonomi lebih baik dari fakir miskin dan anak terlantar

setelah menelaah dan berfikir tentang pasal itu sendiri, saya jadi malu, saya belum melakukan hal apa-apa untuk mengurangi bencana 'kemiskinan' yang menghasilkan jutaan fakir miskin dan anak-anak terlantar.
saya, kamu, kita, seharusnya juga bergerak bersama membantu pemerintah Indonesia, menanggulangi bencana ini. Jika pemerintah memang tidak ada upaya untuk membantu memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar, sudah sepantasnya rakyat Indonesia-lah yang bergerak untuk membantu para fakir miskin dan anak-anak terlantar tersebut, bukan menghindari mereka dan menganggap mereka sampah masyarakat yang suatu saat nanti harus dimusnahkan

saya, disini, memang hanyalah seorang mahasiswa yang mungkin belum melakukan sesuatu yang berarti untuk Indonesia ini, tapi saya memiliki harapan yang besar, bahwa rakyat Indonesia suatu saat memiliki kepedulian kepada fakir miskin dan anak-anak terlantar yang membutuhkan telinga untuk mendengarkan keluhan mereka, yang membutuhkan tangan untuk merangkul mereka, yang membutuhkan pundak untuk bersandar. sehingga suatu saat, harapan banyak rakyat Indonesia tidak lagi melihat ada pengemis atau anak-anak kecil berlari ditengah keramaian kota sambil menyodorkan tangan untuk meminta sekeping uang tidak akan ada lagi, tetapi digantikan oleh senyuman manis anak-anak Indonesia yang berlarian bersama dalam mengejar cita-cita mereka, amin :)

You may say that I'm a dreamer

But I'm not the only one

I hope someday you'll join us

And the world will be as one


nayasari aissa

mahasiswa Fisika ITB 2007

Selasa, 11 Mei 2010

air

jadi inget beberapa tahun yang lalu
dulu, air yang digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari, diambil dari sumur dengan menggunakan pompa air
air yang didapatkan dari sumur tersebut merupakan air tanah yang warnanya kecoklatan dan berminyak, jika di musim hujan, saya juga kurang tahu kenapa bisa jadi hal tersebut
jadinya, ibu saya mengakalinya dengan menggunakan penyaring air, yang terbuat dari
ijuk, pasi, dan batu kerikil, kalau tidak salah
jadilah air yang masuk kedalam penyaringan tersebut yang sebelumnya berwarna kecoklatan berubah menjadi beningggg sekaliii, kayak sulap deh

dan yang paling menganggumkan, saat musim kemarau, rata-rata hampir seluruh sumur di perumahan saya, mengalami kekeringan, tetapi air di sumur saya masih tetap ada, alhamdulillah, jadi si ibu dan si bapak tidak perlu membeli air untuk keperluan sehari-hari
dan lebih alhamdulillah lagi, air di sumur saya bisa dibagikan secara cuma-cuma kepada tetangga, gratis
padahal kalau mereka mau membeli, pada saat sekitar tahun 90.an air bisa seharga 250 perak satu embernya, kalo 4 ember udah seribu, dan seribu itu adalah UANG

jadi keinget lagi, biar hemat, air yang dipake setelah wudhu, ditampung sama ibu untuk menyiram tanaman kalau di musim kemarau, jadi air bisa lebih dihemat

pernah nonton WORLD WATER ga?
di film itu jadi daratan itu udah ilang, ga ada lagi, yang tersisa cuman lautan, jadi air tawar saat jaman itu sangat amat berharga, air minum bisa seharga vodka, orang bisa saling bunuh membunuh demi air
kenapa penting?
karena manusia, tanaman, hewan, ga bisa hidup tanpa air tawar atau air bersih

jadi keinget lagi, cerita guru saya, saya lupa guru apa yang pasti, kalau nanti suatu saat terjadi perang dunia, hal itu bisa disebabkan oleh air

wew, ternyata kebutuhan air sangat penting bagi kehidupan manusia, pernah waktu itu saya marah-marah sama si bibik kostan, gara-gara mau pipis tapi ga ada air, karena pompa rusak, rasanya udah stress banget, ga kebayang kalo ga ada air selama-lamanya

sebenernya di bumi, air memiliki persentase terbesar dibandingkan daratan, tetapi 97.5% dari air tersebut adalah air asin, dan hanya 2.5% yang merupakan air tawar yang dapat digunakan, jadi ada banget kemungkinan untuk dunia ada krisis air

pernah denger salah satu iklan air mineral, yang beberapa ratus dari keuntungan menjual air mineralnya, disumbangkan untuk membangun pusat air bersih di salah satu provinsi di Indonesia, padahal kalau difikir-fikir Indonesia itu negara perairan, kok bisa ada salah satu provinsinya mengalami krisis air?
ga usah jauh-jauh sih, buat dapet air bersih dari PDAM ajah, kita harus mengeluarkan uang yang lumayan, dimulai dari pemasangan pipa, biaya perbulan
gimana nasib orang yang penghasilannya kurang dari 10 ribu?

jadi ga salahnya buat kita menghemat air-kan,
sama kayak Nabi mengajarkan umat-Nya berpuasa, agar bisa merasakan apa yang dirasakan oleh fakir miskin yang melakukan ibadah puasa tidak hanya saat bulan Ramadhan, tetapi setiap hari

pernah waktu itu, ada salah satu senior saya menuliskan tentang, 'masih ingin perang air?', yang ngbahas tentang culture mahasiswa ITB yang melakukan perang air saat ada acara wisuda, dimana air dikantong plastikan kemudian dilempar ke wisudaan dalam jumlah ribuan, bahkan ada yang sampai 10 ribu, dan VOILA, setelah basah yah sudah acara selesai

memang acara perang air itu sangat menyenangkan, saya tidak munafik, tetapi kalau setelah dirunut kembali, mulai dari menghabiskan berliter-liter air dan beribu-ribu plastik
GA KEBAYANGKAN, limbah yang kita hasilkan?

dan tahu ga?
ternyata ITB membayar 100 juta hanya untuk air loh!

dan tahu ga? (lagi) saya pernah melihat dua dari banyak himpunan ITB, yang menggunakan air keran sebagai air pengisi plastik-plastik tersebut, yang berarti YANG MEREKA GUNAKAN ADALAH AIR BERSIH YANG KEMUDIAN DIBUANG PERCUMA + plastik

sebagai insan akademis yang memiliki akal dan katanya memiliki IQ di atas rata-rata, ada baiknya kita semua merenungkan kesalahan yang mungkin kita anggap kecil dan biasa padahal dampaknya bisa menjadi besar

mungkin banyak orang menganggap perang air adalah 'kejahatan kecil' yang dampaknya ga seberapa buat lingkungan jika dibandingkan dengan kejahatan pembalakan liar, pertambangan, pencemaran air, dan pencemaran udara

tapi bukankah hal besar berawal dari hal-hal kecil yang sering tidak kita sadari?

mungkin juga banyak orang beranggapan sampah plastik tersebut bisa didaur ulang kembali sehingga bisa digunakan kembali

tapi bukankah REDUCE, lebih baik daripada RECYCLE?

saya mungkin memang tidak lebih baik dari anda yang membaca tulisan ini, saya cuman manusia yang mau belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi, tapi saya tidak ingin sendiri :)

salam hijau, nayasari aissa, fisika 2007

bumi bukan warisan nenek moyang kita, bumi titipan anak cucu kita

Kamis, 15 April 2010

Analisis Kondisi Indonesia Terkini

Analisis Kondisi Indonesia Terkini

Salam Ganesha!

Merdeka!!!

Sebagai generasi muda yang akan memimpin Indonesia di masa depan, sudah jelas bagi kita untuk memahami kondisi negara kita di hari ini. Sebelum jauh kita berpikir mengenai apa yang akan kita lakukan sebagai solusi atas persoalan bangsa, tentu kita harus mengerti dulu apa persoalan yang bertubi-tubi diderita oleh negara kita.

Indonesia yang diproklamasikan berdiri menjadi negara dengan konstitusi dan hukum modern di tahun 1945, sebenarnya sudah memiliki peradaban berusia ribuan tahun lamanya. Berbagai kerajaan, dinasti, suku bangsa sudah berulang kali mencoba mengintegrasikan wilayah Nusantara ini dengan semangat persatuan di atas perbedaan, Bhinneka Tunggal Ika, Silih Asah-Asih-Asuh, dan kemudian istilah peradaban Barat yaitu demokrasi kita adopsi untuk kemudian disatukan dengan dasar negara kita yaitu Pancasila, menjadi Demokrasi Pancasila. Dengan usia peradaban berbilang ribuan tahun, sudah barang tentu bangsa kita berhak berdiri sejajar dengan bangsa lainnya sebagai bangsa yang bermartabat dan memiliki hak untuk menentukan arah sejarah manusia.

Dan generasi muda sebagai pemegang estafet kepemimpinan selalu menjadi garda terdepan dalam usaha integrasi ide dan wilayah menjadi Indonesia. Indonesia modern yang berdiri di tahun 1945 diawali oleh Sumpah Pemuda 1928, yang juga diawali oleh beberapa aktivis muda Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Muhammad Yamin, Muhammad Natsir. Tetapi dalam perjalanannya, kaum muda Indonesia selalu bergolak, tidak puas dengan rezim yang berkuasa, lalu akhirnya menumbangkan kekuasaan. Gerakan Mahasiswa 1966 dan 1998 selalu diingat sebagai bentuk ketidakpuasan pemuda, pelajar dan mahasiswa terhadap melencengnya Rezim Penguasa dari cita-cita negara Indonesia. Seperti kata seorang terpelajar tahun 60an, Soe Hok Gie, “Kita generasi muda sudah semestinya memberantas mereka generasi tua yang mengacau.”

Dan hari ini, kita berada di sebuah titik jenuh ketidakpuasan, dan selalu bergulir dikepala kita semua mau dibawa kemana negara kita, saat tahun kita usia negara kita berada di angka 65 tahun. Pada tahun 2007, 2008 dan 2009, negara kita sempat masuk pada kategori mendapat peringatan terancam menjadi negara gagal (Failed State)[1]. Di awal dekade ini, negara kita bertubi-tubi ditimpa berbagai persoalan, dari mulai isu Cicak versus Buaya, kasus Bailout Bank Century, kasus terorisme, mafia pajak, mafia hukum, sampai bencana alam yang tidak henti-hentinya mengisyaratkan bahwa masyarakat Indonesia tidak pernah siap menghadapi bencana.

Setidaknya sejak reformasi 1998, ada 11 isu yang mendominasi isu di ranah kemasyarakatan, isu-isu itu antara lain:

1. Reformasi Birokrasi

2. Penegakan Hukum untuk Tindak Pidana KKN

3. Otonomi Daerah

4. Demokrasi dengan Pemilu Langsung

5. Ekonomi Makro

6. Kemandirian Energi

7. Ketahanan Pangan

8. Pendidikan dan Kesejahteraan Sosial

9. Agama dan Ideologi

10. Lingkungan Hidup dan Bencana Alam

11. Kemiskinan

Semenjak reformasi 1998, 11 isu ini selalu menjadi bahan ketidakpuasan sosial, menjadi bahan bakar pembangkangan sipil, dan seringkali solusi-solusi yang diajukan oleh elit pemegang kekuasaan negara tidak dijalankan dengan serius, bahkan tumpang tindih dengan persoalan di sektor lain, maupun antara kepentingan pusat dan daerah.

Ketika beberapa aktivis mahasiswa dari UI, Al Azhar, Trisakti dan ITB turun ke lapangan untuk memberikan bantuan bagi korban banjir di Baleendah misalnya, terlihat bahwa pemerintahan lokal lebih sibuk mengurusi persiapan Pilkada Kabupaten Bandung, Pemerintah Provinsi malah merencanakan membangun DAM, atau relokasi, bahkan ingin membeli Gunung Wayang sebagai mata air Citarum, dan Pemerintah Pusat merasa cukup berkontribusi dengan memberikan tenda untuk pengungsi. Berbeda ketika terjadi longsor di Ciwidey yang menimpa PT Teh Dewata yang merupakan produsen teh kesukaan keluarga Ratu Inggris, maka bantuan cepat sekali mengalir kesana[2].

Kami mengajak teman-teman mahasiswa ITB untuk membicarakan tiga isu yang menjadi hal yang krusial untuk didiskusikan:

1. Penegakan Hukum untuk Kasus Bank Century

Kasus Bank Century dimulai dari audit BPK terhadap tindakan yang dilakukan Pemerintah dan Bank Indonesia terhadap Bank Century yang mengalami perampokan oleh pemiliknya sendiri, Robert Tantular. DPR awalnya menyetujui bailout bank ini sebesar Rp. 632 Milyar, tetapi kemudian Lembaga Penjamin Simpanan atas persetujuan Komite Stabilisasi Sektor Keuangan (KSSK) yang diketuai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan beranggotakan Gubernur BI Dr. Boediono (Wapres RI saat ini), Deputi Gubernur Senior BI Miranda S Goeltom, Raden Pardede, dan lain-lain menyetujui bailout sampai berjumlah Rp. 6,67 Trilyun, sebuah jumlah yang fantastis untuk sebuah bank yang tidak begitu besar jumlah nasabahnya, dan juga tidak begitu besar kontribusinya dalam menopang sektor riil dalam perekonomian nasional.

Dalam bailout gelombang ketiga di bulan Februari 2009, ditemukan bahwa uang sejumlah Rp. 1,5 Trilyun mengalir ke beberapa rekening yang diduga dimiliki Ketua Partai Politik pendukung Tim Sukses SBY-Boediono. Oleh karena itu, KPK kemudian menyelidiki kasus ini. Tindakan KPK sendiri terhambat oleh isu kriminalisasi KPK dengan ditahannya dua Wakil Ketua KPK yaitu Chandra Muhammad Hamzah dan Bibit Samad Riyanto. DPR kemudian mengambil alih penanganan isu ini dengan membentuk pansus hak angket untuk menyelidiki ke mana aliran dana Bank Century, sehingga gagal menyelamatkan uang nasabah yang keburu hilang dirampok pemiliknya sendiri[3].

Namun isu yang bergulir menjadi perdebatan mengenai perlu tidaknya Bank Century di-bailout (diberikan talangan), serta prosedur yang dijalankan KSSK dan LPS dalam menalangi Bank Century (sekarang Bank Mutiara). Pansus Century gagal menyelidiki ke mana aliran dana talangan dan hanya menyebutkan bahwa bailout bermasalah, serta pejabat yang menyetujui bailout harus bertanggung jawab, yaitu Boediono, Sri Mulyani, Miranda S Goeltom, Raden Pardede, dan lain-lain yang menjadi anggota KSSK dari BI dan Departemen Keuangan[4]. Gejolak yang berkembang menjadi isu politik mengenai siapa yang menggantikan Wapres Boediono, ketidaksetiaan partai-partai koalisi, isu reshuffle Kabinet, serta isu pemakzulan SBY dari jabatan Presiden jika terbukti bahwa dana talangan Bank Century sebesar Rp. 1,5 Trilyun digunakan sebagai dana kampanye Tim Sukses SBY-Boediono. Pemerintah tidak bergeming dengan pernyataan dari DPR. Tidak ada pejabat yang dinonaktifkan dari kedudukannya. DPR akhirnya menyiapkan hak menyatakan pendapat yang harus disetujui 2/3 jumlah anggota DPR. Namun rakyat sulit untuk mempercayai langkah elit politik di DPR maupun Pemerintahan, karena satu-persatu kasus KKN dibuka serta melibatkan berbagai elit politik dari partai.

2. Pembatalan UU BHP

UU BHP digulirkan sebagai rancangan Undang-Undang sejak UU Sisdiknas disahkan pada tahun 2003, di mana semua lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi diselenggarakan dalam bentuk Badan Hukum Pendidikan. Dalam keberjalanannya, RUU BHP selalu mengalami penolakan untuk disahkan, dan berulang kali direvisi. Pada revisi ke-51, akhirnya RUU BHP disahkan menjadi UU pada tanggal 17 Desember 2008 oleh DPR RI.

Masyarakat terpecah dalam menanggapi pengesahan UU ini. Ada yang menolak secara keseluruhan, ada yang menolak UU-nya saja tanpa menolak falsafah dasarnya, ada yang menolak penerapan BHP pada pendidikan dasar dan menengah, ada yang menerima seluruhnya. Pada umumnya lembaga pendidikan swasta menolak penerapan UU BHP karena ada kewajiban peserta didik menanggung hanya 30% dari biaya operasional pendidikan, padahal kebanyakan pelajar sekolah dan mahasiswa perguruan tinggi swasta menanggung di atas 30% biaya, bahkan ada yang mencapai 100%.

Akhirnya beberapa elemen masyarakat melakukan judicial review terhadap UU BHP. Setelah melalui beberapa aksi penolakan terhadap UU BHP, akhirnya UU BHP dinyatakan batal seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi karena tidak sesuai dengan semangat nasionalisme dalam UUD 1945, maupun dengan sistem pendidikan dalam UU Sisdiknas[5]. Implikasinya, beberapa perguruan tinggi yang sudah berstatus Badan Hukum Milik Negara seperti UI, IPB, ITB, UGM, UNAIR, USU, dan UPI kehilangan pijakan hukumnya. Kampus-kampus ini tidak dapat lagi mengatur secara otonom dalam hal akademik, keuangan, dan kelembagaan, karena memang UU BHP ada untuk melegitimasi status Badan Hukum yang mereka peroleh.

Bagaimanapun implikasi batalnya UU BHP menjadi persoalan bersama seluruh elemen negara, yaitu Pemerintah dan Rakyat. Hal yang harus diingat bahwa jika UU BHP dicap sebagai UU titipan dari negara asing, maka harus diingat juga bahwa UU Sisdiknas jelas-jelas UU titipan asing, sebagaimana UU Minyak dan Gas Bumi, UU Sumber Daya Air, UU Penanaman Modal, UU Perbankan Nasional. Dalam persoalan pendidikan, ternyata elit-elit negara ini lebih senang mencontoh negara lain yang belum tentu sesuai dengan budaya bangsa ini. UU Sisdiknas dan UU BHP adalah dua produk hukum yang menjelaskan soal falsafah dasar, nilai-nilai, sistem, serta pola kelembagaan pendidikan di negara ini. Sampai sebegitu jauhnya pemerintah dan DPR mengatur pendidikan yang semestinya bisa diatur secara mandiri oleh rakyat Indonesia. Berbagai produk hukum itupun tidak menjawab hak dasar warga negara untuk memperoleh pengajaran.

Belum lagi pencabutan UU BHP ini dirasa tidak bisa merubah banyak pendidikan indonesia, hal ini dikarenakan pencabutan UU BHP sebenarnya hanya mengganti status yang diperkirakan kedepannya akan lebih berbahaya. Sebabnya adalah beberapa PTN setelah pencabutan UU BHP, kembali menggunakan BHMN dengan peraturan pemerintah (PP). Hal ini tidak berdampak banyak, malah masalah pendanaan tidak diatur lebih jauh pada PP tersebut dibandingkan dengan UU BHP.

Pemerintah sedang menjanjikan pengaturan baru mengenai pengelolaan otonomi perguruan tinggi. Perguruan Tinggi yang memiliki tiga kewajiban atau Tri Dharma yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat memang menjadi kewenangan pemerintah pusat dalam pengaturannya. Di tengah ketidakpuasan yang sedang menyelimuti kondisi sosial rakyat Indonesia, sanggupkah elit politik yang didominasi golongan tua dan mapan mampu menjawab pertanyaan, mau dibawa ke mana pendidikan Indonesia?

3. Tantangan ACFTA

ASEAN and China Free Trade Agreement sudah berlaku mulai tanggal 1 Januari 2010. Negosiasi antara ASEAN dengan Pemerintah RRC memang sudah lama terjadi, terutama sejak tahun 2001, 2003, dan 2004. ACFTA merupakan salah satu pijakan awal untuk menuju kawasan perdagangan bebas ASEAN yang dipercepat dari tahun 2015 menjadi 2012. Negara-negara anggota ASEAN sudah mulai meningkatkan daya saing ekonomi untuk menghadapi Cina yang berpengalaman dalam perang dagang dengan AS, Eropa dan Jepang. Malaysia dan Brunei mengambil sektor Energi, Singapura mengambil sektor Jasa dan Keuangan, Thailand mengambil sektor Pertanian, Vietnam mengambil sektor IT, Filipina mengambil sektor ketenagakerjaan, dan Indonesia mengambil sektor industri disebabkan jumlah penduduk Indonesia paling besar di Asia Tenggara serta merupakan modal besar untuk membangun industri berskala internasional.

Namun ternyata kita lebih senang membentuk suasana ekonomi makro yang kondusif melalui investasi asing langsung (Foreign Direct Investment), pasar finansial, serta privatisasi aset negara yaitu BUMN. Bermain-main dengan pasar uang yang sangat tidak stabil, karena mudah sekali untuk menang besar dan kalah besar di sebuah transaksi yang lebih banyak spekulan daripada orang yang berniat menjadi penjual dan pembeli, menjadi fokus utama perekonomian Indonesia pasca reformasi. Berbagai kebijakan yang semestinya diarahkan dalam pembangunan industri menjadi terlambat. Kebijakan Industri baru disahkan pada tahun 2008, dan itupun tidak ada industri yang menjadi prioritas. Dari rentang waktu hanya ada dua tahun dari 2008 sampai 2010 untuk menghadapi serbuan produk Cina, dan terbukti sekarang pedagang eceran sampai pedagang elektronik lebih senang menjual produk Cina karena lebih murah dan lebih cepat laku di kalangan pembeli[6].

Sebenarnya bangsa Indonesia tidak pernah gagap dengan perdagangan bebas. Kalau teman-teman menyempatkan diri untuk datang ke Museum Sejarah Jakarta, maka terlihat dengan jelas di berbagai pelabuhan Nusantara seperti Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Surabaya, Aceh dan Makassar, berbagai bangsa di dunia dari Eropa, Arab, India dan Cina datang ke Nusantara untuk berdagang. Mereka menjual produk mereka, dan kita menjual produk kita, tanpa bea masuk, tanpa pajak ekspor impor, sebuah gambaran ekonomi global di masa lampau. Hanya saja ketika kita berbicara tentang kondisi hari ini, pemerintah sebagai regulator dan rakyat sebagai pelaku ekonomi harus seiring sejalan dalam menghadapi tantangan ekonomi global.

Tantangan ekonomi global seperti yang disitir banyak pihak adalah semakin menguatnya kutub ekonomi baru di samping tiga komando ekonomi global yaitu AS, Eropa dan Jepang. Kutub itu adalah Brazil, Rusia, India, dan Cina. Kedua kubu ini sering pecah belah untuk kemudian menyatu lagi dengan yang lain, sehingga boleh dikatakan bahwa dunia tidak lagi disederhanakan dengan blok Barat dan Blok Timur, tetapi multiblok, multipolar, memiliki kutub ekonomi politik yang banyak. Hal ini dapat menimbulkan perang dagang dan perebutan sumber daya alam seperti air bersih, minyak dan gas bumi, energi alternatif. Tetapi juga hal ini menjadi peluang untuk kerjasama bahkan dialog antar peradaban untuk mewujudkan bumi manusia yang lebih damai, selaras dengan lingkungan, serta mencapai kemakmuran bersama.

Berdirinya ASEAN sebagai wadah persatuan bangsa-bangsa Asia Tenggara adalah salah satu warisan Rezim Orde Baru yang positif. ASEAN adalah wadah politik, ekonomi dan sosial tanpa maksud membangun pakta pertahanan agresif. Sebagaimana dahulu Majapahit meluaskan persekutuannya sampai ke Filipina, Thailand dan Kamboja. Sebagaimana dahulu Sriwijaya dahulu memiliki wilayah persekutuan sampai Madagaskar di ujung Barat dan Samoa di ujung Timur. Kekuatan yang dibangun ASEAN adalah masyarakat dunia tanpa perang, saling memperkuat, saling melindungi, oleh karena itu dahulu Rezim Orde Baru turut campur menyelesaikan sengketa politik di Kamboja, Vietnam dan Filipina. Kawasan Asia Tenggara juga satu-satunya wilayah yang melarang penempatan senjata nuklir di negara manapun yang menjadi kawasan Asia Tenggara.

Bangsa-bangsa Asia Tenggara dapat meneruskan cita-cita berdirinya ASEAN ini dalam menghadapi tantangan ekonomi global melalui pasar bebas. Memilih menjadi pemain dalam perang dagang internasional, atau menjadi penengah konflik bahkan menjadi inovator perkembangan ekonomi dunia menuju kemakmuran bersama. Bukankah hal tersebut yang menjadi cita-cita para pendiri bangsa ini yang termaktub dalam Konstitusi kita? Bahwa bangsa ini berdiri untuk menjaga ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dan tantangan perdagangan bebas dunia seharusnya menjadi peluang untuk menjalankan amanat konstitusi. Tentu saja dibarengi dengan kemampuan negara yaitu pemerintah dan rakyat untuk menjalankannya. Dengan pemerintah yang tidak efektif dan efisien, rakyat yang kebingungan menjalankan peran ekonominya, pengangguran yang berjumlah 40 juta orang, ketimpangan ekonomi dan sosial, tidak beresnya pengelolaan listrik, air dan gas, terjadinya percepatan deindustrialisasi, bencana alam yang menimpa terus-menerus tanpa kesiapan negara dalam menghadapinya, dapatkah negara kita menghadapi perdagangan bebas dengan Cina di tahun ini? Dapatkah negara kita menghadapi perdagangan bebas dengan seluruh negara di dunia pada tahun 2012? Dapatkah negara kita menjadi pemain ulung? Atau malah menjadi korban dan jatuh sebagai negara gagal?

Demikian beberapa isu yang penting untuk dibicarakan saat ini. kami mengajak teman-teman semua untuk berdiskusi, memperdebatkan data, menambah isu yang akan kita bahas, untuk kemudian kita bersama mencari apa penyebab semua ini terjadi. Memahami persoalan adalah separuh jalan menuju jawaban. Jawaban yang akan kita ajukan jelas, yaitu bersikap dan melakukan aksi nyata. Kita harus bergerak, demi perubahan ke arah Indonesia yang lebih baik.

Untuk Tuhan, Bangsa, dan Almamater!!!

Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan ITB


[1] http://www.fundforpeace.org/

[2] Fakta bahwa pabrik teh ini adalah produsen teh kesukaan Ratu Inggris merupakan temuan di lapangan

[3] Surat pengusulan penggunaan Hak Angket DPR per tanggal 12 November 2009

[4] Pernyataan sikap DPR saat sidang paripurna tanggal 3 Maret 2010

[5] Putusan MK terhadap UU BHP tanggal 31 Maret 2010

[6] Lebih jauh mengenai perjanjian dagang RI-Cina baca lebih lanjut http://bisnis.vivanews.com/news/read/141259-acfta__ri_china_bikin_tujuh_kesepakatan

Minggu, 04 April 2010

Jenis Gerakan Sosial [COPAS]

Ada bermacam jenis gerakan sosial. Meskipun semua ini diklasifikasikan sebagai jenis gerakan yang berbeda, jenis-jenis gerakan ini bisa tumpang-tindih, dan sebuah gerakan tertentu mungkin mengandung elemen-elemen lebih dari satu jenis gerakan.

Pertama, Gerakan Protes. Gerakan protes adalah gerakan yang bertujuan mengubah atau menentang sejumlah kondisi sosial yang ada. Ini adalah jenis yang paling umum dari gerakan sosial di sebagian besar negara industri. Di Amerika Serikat, misalnya, gerakan ini diwakili oleh gerakan hak-hak sipil, gerakan feminis, gerakan hak kaum gay, gerakan antinuklir, dan gerakan perdamaian.

Gerakan protes sendiri masih bisa diklasifikasikan menjadi dua, gerakan reformasi atau gerakan revolusioner. Sebagian besar gerakan protes adalah gerakan reformasi, karena tujuannya hanyalah untuk mencapai reformasi terbatas tertentu, tidak untuk merombak ulang seluruh masyarakat. Gerakan reformasi merupakan upaya untuk memajukan masyarakat tanpa banyak mengubah struktur dasarnya. Gerakan ini, misalnya, menuntut adanya kebijaksanaan baru di bidang lingkungan hidup, politik luar negeri, atau perlakuan terhadap kelompok etnis, ras, atau agama tertentu. Gerakan mahasiswa 1998 di Indonesia termasuk dalam kategori ini.

Sedangkan gerakan revolusioner adalah bertujuan merombak ulang seluruh masyarakat, dengan cara melenyapkan institusi-institusi lama dan mendirikan institusi yang baru. Gerakan revolusioner berkembang ketika sebuah pemerintah berulangkali mengabaikan atau menolak keinginan sebagian besar warganegaranya atau menggunakan apa yang oleh rakyat dipandang sebagai cara-cara ilegal untuk meredam perbedaan pendapat. Seringkali, gerakan revolusioner berkembang sesudah serangkaian gerakan reformasi yang terkait gagal mencapai tujuan yang diinginkan. Gerakan mahasiswa 1998 belum mencapai tahapan ini.

Kedua, Gerakan Regresif atau disebut juga Gerakan Resistensi. Gerakan Regresif ini adalah gerakan sosial yang bertujuan membalikkan perubahan sosial atau menentang sebuah gerakan protes. Misalnya, adalah gerakan antifeminis yang menentang perubahan dalam peran dan status perempuan. Contoh lain adalah gerakan moral, yang menentang tren ke arah kebebasan seksual yang lebih besar. Bentuk gerakan regresif yang paling ekstrem adalah Ku Klux Klan dan berbagai kelompok neo-Nazi, yang percaya pada supremasi kulit putih dan mendukung dipulihkannya segregasi rasial yang lebih ketat.

Ketiga, Gerakan Religius. Gerakan religius dapat dirumuskan sebagai gerakan sosial yang berkaitan dengan isu-isu spiritual atau hal-hal yang gaib (supernatural), yang menentang atau mengusulkan alternatif terhadap beberapa aspek dari agama atau tatanan kultural yang dominan [lihat Lofland, 1985; Zald dan Ash, 1966; Zald dan McCarthy, 1979]. Kategori luas ini mencakup banyak sekte, bahkan mencakup sejumlah gereja yang relatif terlembagakan, yang juga menentang beberapa elemen dari agama atau kultur yang dominan.

Keempat, Gerakan Komunal, atau ada juga yang menyebut Gerakan Utopia. Gerakan komunal adalah gerakan sosial yang berusaha melakukan perubahan lewat contoh-contoh, dengan membangun sebuah masyarakat model di kalangan sebuah kelompok kecil. Mereka tidak menantang masyarakat kovensional secara langsung, namun lebih berusaha membangun alternatif-alternatif terhadapnya. Ini bisa dilakukan dengan berbagai cara. Seperti: membangun rumah kolektif, yang secara populer dikenal sebagai komune (communes), di mana orang tinggal bersama, berbagi sumberdaya dan kerja secara merata, dan mendasarkan hidupnya pada prinsip kesamaan (equality).

Kelima, Gerakan Perpindahan. Orang yang kecewa mungkin saja melakukan perpindahan. Ketika banyak orang pindah ke suatu tempat pada waktu bersamaan, ini disebut gerakan perpindahan sosial (migratory social movement). Contohnya: migrasi orang Irlandia ke Amerika setelah terjadinya panen kentang, serta kembalinya orang Yahudi ke Israel, yang dikenal dengan istilah Gerakan Zionisme.

Keenam, Gerakan Ekspresif. Jika orang tak mampu pindah secara mudah dan mengubah keadaan secara mudah, mereka mungkin mengubah sikap. Melalui gerakan ekspresif, orang mengubah reaksi mereka terhadap realitas, bukannya berupaya mengubah realitas itu sendiri. Gerakan ekspresif dapat membantu orang untuk menerima kenyataan yang biasa muncul di kalangan orang tertindas. Meski demikian, cara ini juga mungkin menimbulkan perubahan tertentu. Banyak ragam gerakan ekspresif, mulai dari musik, busana, sampai bentuk yang serius, semacam gerakan keagamaan dan aliran kepercayaan. Lagu-lagu protes pada tahun 1960-an dan awal 1970-an diperkirakan turut menunjang beberapa reformasi sosial di Amerika.

Ketujuh, Kultus Personal. Kultus personal biasanya terjadi dalam kombinasi dengan jenis-jenis gerakan lain. Gerakan sosial jenis ini berpusat pada satu orang, biasanya adalah individu yang kharismatis, dan diperlakukan oleh anggota gerakan seperti dewa. Pemusatan pada individu ini berada dalam tingkatan yang sama seperti berpusat pada satu gagasan. Kultus personal ini tampaknya umum di kalangan gerakan-gerakan politik revolusioner atau religius.


Sumber : http://netsains.com/2008/03/lebih-jauh-mengenal-gerakan-sosial/

Jadi apakah itu gerakan vertikal dan horizontal???